Kisah Tragis di Balik Goresan Gustave Doré dalam The Acrobats (1874)

The Acrobats (1874), karya seni ini dilukis oleh tangan seniman Prancis pada abad ke-19 oleh Gustave Doré.  Sebelum kita bedah mengenai The Acrobats (1874), kita akan mengupas sedikit tentang Gustave Doré. Ia lahir di kota Strasbourg, sebuah kota di Prancis, pada tanggal 6 Januari 1832. Sedari umurnya 5 tahun, terlihat jika Doré memiliki bakat menjadi seorang pelukis. Pada umurnya yang menginjak umur 12, Doré menunjukkan minatnya dalam pahat-memahat patung (Gustave Doré, 2023). Ilustrasi Dante’s Inferno dan beberapa ilustrasi kitab injilnya menempatkan Gustave Doré dalam kesuksesan. Doré menghembuskan nafas terakhirnya pada umur 51 pada 23 Januari 1883, dimakamkan di Père Lachaise, Paris (Gustave Doré, 2023).

 

Gambar 1 The Acrobats (1874) oleh Gustave Doré
Sumber: narrativepainting.net

 

The Acrobats (1874) atau Para Pesulap (1874) oleh Gustave Doré menjadi karya seni yang ikonik dalam dunia seni rupa. Dalam lukisan ini, sekilas terlihat pemandangan menonjol. Seorang perempuan yang sedang memegangi tubuh anak kecil yang terkulai dengan luka di kepala, seorang laki-laki dewasa berpakaian badut. Laki-laki dan perempuan itu tak lain orang tua anak laki-laki yang terluka. Merah darah mengucur dari kepala anak malang itu, bertabrakan dengan kulitnya yang putih pucat (Nadhira, 2022). Mulut yang terbuka dan kerutan di alisnya mengatakan pada kita jika anak ini menderita, di ujung ajalnya, terbaring di lengan ibunya. Terlihat wajah Ibu dan Ayah yang kehilangan dan berduka, terdapat penyesalan. 

Doré menggambarkan kedua mata sang Ibu yang terpejam rapat, dengan air mata yang keluar, memegang tubuh anak yang terkulai di atas tubuhnya. Terlihat berusaha menenangkan sang anak yang kesakitan dengan menekan kain putih ke luka kepala anaknya. Jika kita lihat pada Ibu dari sang anak, Ibu mengenakan jubah panjang berwarna biru, dengan corak-corak emas sepanjang jubahnya. Pencahayaan lebih berfokus pada Ibu yang memeluk sang anaknya, dan beberapa bagian dari ayah, Sang Badut (Artsapien, 2024). Mahkota yang terdapat di kepalanya, anting-anting berbentuk lingkaran berwarna lingkaran, semua itu menunjukkan kita pada satu hal. Ibu dari sang anak bukanlah seorang pesulap, melainkan seorang peramal (Artsapien, 2024). “Mengapa sang Ibu tidak menolong sang anak?” Kita bertanya-tanya, jawabannya adalah karena sang Ibu sudah tahu nasib sang anak. 

Kartu-kartu di bawah kaki yang Ibu mungkin menjadi salah satu aspek paling tragis. Kita bisa melihat kartu Ace of Spade’ atau kartu As dari semua kartu-kartu yang tersebar. Doré menempatkan kartu itu dekat pada kaki sebelah kiri sang Ibu. Kartu As—dalam beberapa konteks—sering dikaitkan dengan kematian (Nadhira, 2022). Sang Ibu mendapatkan jawaban itu saat menggunakan kartu untuk melihat nasib anaknya. Kartu As tersebut sudah cukup untuk membuatnya mengerti. Anaknya akan menghembuskan nafas terakhirnya dan yang bisa Ia lakukan hanyalah menemaninya dalam detik-detik terakhir itu. Mungkin, sebagai caranya menebus rasa bersalahnya karena tidak bisa berbuat apa-apa. 

Beralih ke Ayah, apa yang dilakukan Sang Ayah saat anaknya di depan pintu kematian? Ayah dari anak laki-laki itu merupakan seorang badut, sama dengan sang anak, mereka berdua bagian dari pesulap. Ayah sebagai simbol Badut yang Menangis. Kehilangan, bersembunyi, dan pilu—kontras dengan tokoh badut yang seharusnya tampil, bergembira menghadapi para penonton (Artsapien, 2024). Terlihat rasa bersalah, mungkin rasa bersalah yang akan menghantuinya sampai akhir hayatnya. Kehilangan anak saat pertunjukan, sang ayah bergeming dan hanya bisa melihat anaknya dalam pelukan sang Ibu, tidak bisa menenangkan baik sang anak ataupun ibunya. Sang Badut hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.

Muncul pula seekor burung hantu yang kakinya dirantai, berdiri di sebelah Ibu. Burung hantu disimbolkan sebagai kebijaksanaan dan pengetahuan. Mengimplikasikan ketidakbijaksanaan kedua orang tua yang membiarkan anaknya untuk mengikuti sirkus berbahaya. Kebijaksanaan telah meninggalkan mereka.  Secara tradisional, di wilayah Prancis tertentu, tangisan burung hantu digambarkan sebagai ramalan kematian anggota keluarga dalam waktu yang dekat (Owl Myths and FAQ, 2024). Bisa jadi menggambarkan kematian sang anak, dengan cara Doré yang melukiskannya burung hantu menghadap dan menatap ke arah pelihat lukisan. Lukisan ini juga menggambarkan informasi lain, kita bisa melihat di belakang orang-orang pesulap dan terlihat tali untuk pertunjukan sulap yang tergantung, sang anak jatuh dari ketinggian tali itu. Seolah-olah menggambarkan inilah kejadian di balik hiruk pikuk sulap, redup dan dibalut duka (Artsapien, 2024).

Gustave Doré berkata, “To gain money they have killed their child and in killing him they have found out that they had hearts”, dan latar belakang pembuatan lukisan ini terinspirasi dari kejadian dunia nyata seorang anak keluarga pesulap sirkus yang meninggal secara mengenaskan dalam salah satu penampilan mereka. Doré menyampaikan pilu dan kehilangan yang dialami orang tua menemani saat-saat terakhir anak mereka, penuh dengan penyesalan, lewat lukisan Para Pesulap

 

Referensi:

Artsapien. (2024, June 8). The Heart-Breaking Story of this Painting Will Force You to Make a Choice. YouTube. https://youtu.be/2TAFDRFkyDI?si=FwreSAxzK977Pdmx 

Gustave Doré. (2023). Stekom.ac.id. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Gustave_Dor%C3%A9 

Nadhira, N. (2022, August 25). [Artwork Explained] Les Saltimbanques (1874) by Gustave Doré. Medium. https://medium.com/@nauraanadhira/artwork-explained-les-saltimbanques-1874-by-gustave-dor%C3%A9-88cc898c22e5 

Owl Myths and FAQ. (n.d.). International Owl Center. https://www.internationalowlcenter.org/mythsandfaq.html#:~:text=Myth%3A%20Owls%20are%20bad%20luck 

 

Penulis: Radeya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Scroll to Top