Interpretasi Kehidupan Tahun 1960-an dalam Media Kanvas

Tuan Tanah Kawin Muda Karya Djoko Pekik (1964) (Sumber : Burhan, 2013)

     Dalam lukisannya yang berjudul ‘Tuan Tanah Kawin Muda’, Djoko Pekik, seorang seniman asal Jogja, mengungkap penindasan kaum laki-laki terhadap perempuan melalui kekuasaan yang dimiliki lewat modal ekonomi, sosial, dan kultural. Lukisan yang ia usung memuat interpretasi ganda. Kakek-kakek dengan wajah tegang, berbaring sembari menghitung jari dapat ditafsirkan dengan makna dia menghitung hari penantian untuk dilayani, tetapi gadis muda menolaknya dengan membuang mukanya. Interpretasi berikutnya yaitu kakek tua yang sedang mengidap penyakit dan menghitung kapan ajal akan menjemputnya. Dalam ekspresi mukanya, tampak raut tegang dan kecewa sang kakek karena sang gadis membuang muka dan bersikap tidak manis.

     Pada latar lukisan tersebut, dapat dijumpai barang-barang yang menyertai sosok kakek menunjukkan berbagai alegori dan status sosialnya. Meskipun berpostur tinggi kasar yang menampakkan sebagai orang desa atau bekas pekerja, tetapi jam tangan dan kain parang rusak yang dipakai mengisyaratkan status sosial baru yang dimilikinya. Demikian pula ranjang besi berukir dan seperangkat gamelan, serta berbagai makanan di meja yang dapat diartikan sebagai kemampuan ekonominya sebagai tuan tanah di desa dengan dukungan modal ekonomi, sosial, dan budaya wujud simbol kemewahan yang hanya mampu dimiliki masyarakat kaya, terlebih lagi yang memuja kebudayaan feodal. Kepemilikan barang-barang seperti itu menjadikan adanya kondisi yang kontras dengan masyarakat bawah di desa desa, yang pada tahun 1960-an keadaan ekonominya terpuruk sedemikian parah. Berbagai alegori yang menunjukkan status feodal sosok kakek menjadi kontras jika dihubungkan dengan penanda fisik tubuhnya yang kasar dari masyarakat bawah. Oleh karena itu, dalam kondisi ini figur tersebut justru dilukiskan sebagai orang kaya baru yang membawa citra sebagai seorang feodal dan borjuis. Dalam latar ekonomi masyarakat desa yang miskin dan masih bercokolnya kebudayaan feodal, figur seperti sang kakek sangat mudah menyebarkan kekuasaannya di desa-desa. Melalui perkawinannya yang banyak, kemewahan dunia seks, dan kenaikan derajat status sosialnya menjadi terpenuhi di kehidupan masyarakat zaman tersebut.

     Uraian lukisan Djoko Pekik “Tuan tanah Kawin Muda” (1964) yang telah dirunut dari berbagai alegori, dapat disimpulkan konsep yang dilukiskan dalam kanvas mengungkapkan dasar tentang konflik atau pergulatan antara kekuasaan yang menindas dan hak yang harus dipertahankan.

Referensi:

Burhan, M. A. (2013). Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik: Tuan Tanah Kawin Muda. Panggung, 23(3).

Shokiyah, N. N. (2020). Kajian Seni Lukis Karya Djoko Pekik Dengan Tema Peristiwa September 1965. Brikolase: Jurnal Kajian Teori, Praktik dan Wacana Seni Budaya Rupa, 12(2), 109-120.

 

Penulis        : Zansisme

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Scroll to Top