Seni Virtual: Seni Setelah Pandemi

Dunia mengalami transformasi dan revolusi yang cepat dan signifikan setelah terjadinya pandemi COVID-19 sejak 2020 hingga 2022. Sejak diumumkan COVID-19, berbagai aspek kehidupan mengalami goncangan dan memerlukan koordinasi kembali. Untuk bertahan pada masa pandemi dan pasca pandemi, perlu adanya kolaborasi, komunikasi, kerja sama, dan koordinasi antardisiplin (Contreras, 2020). Strategi kesiapsiagaan, adaptasi, dan kolaborasi yang diadopsi pada masa pandemi membentuk sebuah proses pembaharuan dalam bidang seni rupa dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yaitu seni virtual berupa pameran-pameran daring.

Selama masa pandemi, terdapat kebijakan yang mewajibkan adanya protokol kesehatan ketat. Kebijakan tersebut membuat banyak kegiatan yang dilakukan dengan metode daring. Salah satunya adalah pameran seni berbentuk galeri daring. Seni virtual memang sudah dilakukan sebelum adanya pandemi seperti pada pameran yang diadakan oleh Galeri Nasional Indonesia pada tahun 2019. Namun, setelah adanya pandemi, fenomena pemeran seni secara daring lebih banyak dilakukan dan menjadi umum. Selain itu, muncul pula museum virtual sebagai upaya mempertahankan museum di tengah pandemi. Pameran daring dan museum virtual yang awalnya digunakan untuk mempertahankan eksistensi seni pada masa pandemi, kini mulai menjadi sebuah hal umum yang tetap dilakukan pasca pandemi.

Pertunjukan seni menggunakan metode virtual banyak menimbulkan diskusi dan pro-kontra di masyarakat. Seni dan teknologi tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi. Keduanya merupakan produk dari ilmu pengetahuan yang mengalami berbagai proses pergulatan pada perkembangannya. Proses penyelenggaraan daring dirasa lebih ekonomis dan ringkas bila dibandingkan dengan pertunjukan pameran atau museum konvensional. Akan tetapi, sebagian lain berpendapat pertunjukan seni virtual dapat merusak esensi dan estetika seni itu sendiri. Pertunjukan seni konvensional dianggap memiliki prestige dibandingkan dengan pameran seni daring. Pertunjukan seni konvensional bisa dibilang lebih selektif, hanya pengunjung dengan ketertarikan khusus saja yang mau menghabiskan waktu, uang, dan tenaga untuk masuk ke sebuah pertunjukan seni konvensional. Sedangkan, dalam pertunjukan seni daring, pengunjung sangat luas dan tidak memiliki sebuah keistimewaan (Rahmawan, 2018).

Perbandingan antara pertunjukan daring dan konvensional sebenarnya tergantung dari sudut pandang seseorang. Baik pertunjukan melalui daring maupun konvensional, sama-sama memiliki fungsi yang sama yaitu mempertontonkan karya seni pada khalayak yang lebih luas. Perbedaan ruang tersebut tidak menghilangkan fungsi utama dari pertunjukan seni, tetapi beberapa aspek sosial dari pertunjukan konvensional tidak dapat digantikan pada pertunjukan daring. Pembahasan mengenai pertunjukan seni secara virtual tentu masih akan terus berlanjut dan diperlukan penelitian lebih mendalam untuk membahas lebih jauh mengenai aspek sosial dari pertunjukan seni daring.

Penulis: Eve

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Scroll to Top